NUCLEAR...
Sejarah Proyek Nuklir Iran
Tahun 1953 Badan Intelejen Amerika (CIA), berhasil menggulingkan Perdana Mentri Iran Dr. Mohammed Mosseddegh. Alasannya : Mossaddegh melakukan nasionalisasi industri perminyakan yang merugikan Amerika. Proyek nuklir Iran kemudian didukung penuh Amerika, karena rezim Shah Reza Pahlevi dianggap sudah stabil, dapat dikendalikan dan telah menjadi sahabat sang adikuasa. Amerika menjamin bahwa proliferasi nuklir di Iran tak akan menjadi ancaman. Amerika kemudian memberikan bantuan teknis melalui kerjasama bertajuk “The US Atoms for Peace Program”, yang diikuti dengan pembentukan Tehran Nuclear Research Center tahun 1959 dan pembangunan sejumlah seaktor nuklir.
Tahun 1968, Iran menandatangani Nuclear non-Proliferation Treaty (NPT) dan diratifikasi tahun 1970, yang sekaligus memberi hak penuh pada Iran untuk mengembangkan teknologi nuklir bertujuan damai dan memenuhi kebutuhan sipil.
Tahun 1970, saat revolusi Islam pimpinan Ozma Ayatullah Khomeini meletus, proyek nuklir Iran terhenti, padahal pembangunan fasilitas dan reaktor nuklir sudah berjalan lebih dari 50 %. Tersinggung, mungkin itu ekstrimnya, karena merasa Iran tak lagi bersahabat, Amerika pun berubah sikap. Setahun setelah itu, Amerika melakukan agitasi politik dan mengadu domba Irak-Iran. Tujuan utamanya jelas : melumpuhkan penguasa baru Iran yang menyebabkan mereka hengkang dari negeri kaya minyak ini.
Setelah perang berakhir, pemerintah Iran di bawah Presiden Hashemi Rafsanjani mulai berpikir ulang dan menilai penting untuk mengembangkan nuklir atas tiga dasar alasan: pertumbuhan penduduk, perkembangan pesat industri, penyusutan cadangan minyak. Hal sama yang juga dikemukakan negara-negara maju dunia yang telah mengembangkan energi nuklir. Namun negara-negara barat, terutama Amerika mencoba menganulir hal pokok ini dengan propaganda global : Iran berambisi mengembangkan senjata nuklir, bahwa Iran tak memerlukan energi nuklir karena mempunyai cadangan minyak bumi melimpah.
Lantas mengapa, Rusia dan Cina yang juga kaya akan sumber daya alam dibiarkan mengembangkan energi nuklir. Begitu juga dengan Prancis yang memasok kebutuhan listrik 80 % dari energi nuklir, Jerman 31 %, Korsel 40 %, Jepang 30 %, Amerika dan Inggris 20%. Bahkan Israel secara terbuka pernah mengumumkan pengembangan teknologi nuklir untuk memperkuat militer. Padahal sampai sekarang Iran baru melakukan pengayaan uranium mencapai 3,5 %. Sedangkan untuk bisa memproduksi senjata nuklir, pengayaan uranium harus mencapai 85 %. Kalaupun mau mengembangkan senjata nuklir, Iran masih harus menunggu lagi 10 tahun. Bila sampai saat itu, berapa % sudah perkembangan nuklir di negara yang sebelumnya sudah lebih maju dari pada Iran?
Lalu mengapa resolusi 1747 itu hanya dijatuhkan pada Iran – yang tidak jelas terbukti atas tuduhan pengembangan senjata nuklir? Pertanyaan retoris tampaknya. Karena dunia pun sudah tahu, ini adalah skenario sang adikuasa dan sekutunya. Tapi semua bungkam – termasuk negeri ini – mungkin karena terlalu takut pada sang adikuasa yang bermotto ”If you are not us, you are againts us”
-dalam keprihatinan pada dunia internasional-
Label: opini
0 yang kasih komentar:
Posting Komentar
<< Home